Indonesia telah selesai menentukan sistem pemilihan presiden (pilpres).
Pasalnya, Undang-Undang Dasar (UUD) telah menjelaskan secara gamblang
persyaratan dan tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden.
Pasal 6A menjelaskan sebagai berikut. Calon presiden (capres) dan calon
wakil presiden (cawapres) dipilih secara langsung oleh rakyat. Capres
dan cawapres diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik
peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilu. Pasangan calon
(paslon) capres-cawapres yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen
dari jumlah suara dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi
yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia,
dilantik menjadi presiden dan wakil presiden.
Dalam hal tidak ada paslon yang memenuhi syarat keterpilihan
tersebut, maka dua paslon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan
kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam putaran kedua.
Paslon yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai presiden
dan wakil presiden.
“Sistem pilpres itu sebenarnya sudah selesai di konstitusi. Berbeda
dengan sistem pemilihan lain yang hanya disebutkan dipilih secara
demokratis. Jadi, kenapa harus ditambah-tambah dengan peraturan lain?”
ujar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI periode 2012-2017, Hadar
Nafis Gumay, pada diskusi “Menuju Sidang Paripurna RUU Pemilu:
Pertaruhan Kepentingan Jangka Pendek Pembentuk UU” di Guntur, Jakarta
Selatan (19/7).
Menurut Hadar, penetapan presidential threshold (PT)
merupakan akal-akalan pembuat UU yang berimplikasi pada berkurangnya
kedaulatan rakyat. PT menyebabkan warga negara yang potensial terpilih
dan memiliki gagasan baru tak bisa mencalonkan diri. Padahal, rakyat
berhak memiliki banyak paslon presiden-wakil presiden yang dapat
mengakomodasi aspirasi.
“Jadi, peraturan untuk presiden ini diakal-akalin dulu, baru diserahkan kepada pemilih. Dampaknya, jadi gak adil, baik buat pemilih maupun partai politik,” tukas Hadar.
Selanjutnya, Hadar menerangkan bahwa di beberapa negara dengan sistem
presidensil dan pemilu serentak, tak ada aturan PT. Di Korea Selatan
misalnya, semua partai politik di parlemen dan independen dapat
mengajukan diri sebagai capres atau cawapres. Bahkan, setiap partai
politik melakukan pre-election atau pemilihan pendahuluan sebelum menetapkan capres-cawapres.
“Di pre-election ini, anggota partai lain bisa ikut memilih. Itu dilaksanakan secara terbuka atau tertutup. Poinnya, tidak dikenal threshold seperti kita,” jelas Hadar.
Di Prancis, tambah Hadar, juga tidak diberlakukan PT. Prancis, yang
menerapkan sistem pilpres dua putaran, menggunakan syarat nominasi,
yakni paslon harus memiliki sekurang-kurangnya 500 tanda tangan dukungan
pejabat publik dari berbagai tingkatan.
0 komentar:
Posting Komentar
kritik dan masukannya boss?